Mengupayakan Kesatuan dan Damai
Efesus 2:11-22
Perikop hari ini berbicara tentang keterasingan (alienasi). Perikop sebelumnya membicarakan keterasingan manusia dengan Allah (2:1-10), sedangkan perikop yang kita baca hari ini (2:11-22) membicarakan keterasingan di antara sesama manusia karena perbedaan suku.
Bangsa Yahudi sering merasa diri lebih superior dan memandang rendah bangsa non-Yahudi karena mereka menerima sunat sebagai tan-da umat perjanjian-Nya (2:11). Hal ini menimbulkan perseteruan di anta-ra mereka (2:14). Akan tetapi, Kristus tidak tinggal diam. Ia mendamaikan kedua belah pihak yang berseteru dengan kematian-Nya (‚dengan mati-Nya sebagai manusia‛, 2:15), atau dengan salib-Nya (‚oleh salib‛ 2:16). Melalui kematian-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus ‚membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya‛ (2:15). Pembatalan hukum Taurat inilah—yang dimaksud bukan pembatalan hukum moral, tetapi pembatalan hukum sipil, yaitu terutama hukum seremonial seperti hukum tentang makanan, dan secara khusus hukum tentang sunat—yang kemudian berhasil ‚menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru‛ (2:15) di dalam Kristus, dan ‚memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah‛ (2:16), dan ‚kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa‛ (2:18). Munculnya tiga kali kata ‚satu‛ membuktikan bahwa dampak salib Kristus dalam mempersatukan kedua pihak yang berseteru tidaklah sia-sia. Salib Kristus mengubah perseteruan menjadi damai sejahtera (2:14,15,17). Apa yang dicapai oleh salib Kristus adalah suatu masyarakat baru (2:19-22). Baik Yahudi mau-pun non-Yahudi sama-sama merupakan warga kerajaan Allah (‚kawan sewarga‛, 2:19), sama-sama merupakan ‚keluarga Allah‛ (2:19), dan sama-sama merupakan ‚tempat kediaman Allah, di dalam Roh‛ (2:22).
Bila kita berpaling dari gambaran gereja yang ideal di atas, lalu mengamati realitas gereja saat ini, masih tampak bahwa sering terjadi pengasingan, perseteruan, dan perpecahan. Orang Kristen sendiri mendi-rikan tembok pemisah berdasarkan suku, warna kulit, kelas ekonomi, pendidikan, jabatan, dan doktrin. Solusi yang ditawarkan Rasul Paulus adalah bahwa kita harus mengingat siapa kita dahulu (‚ingatlah‛, 2:1) yang tidak termasuk umat Allah karena kita bukan bangsa Yahudi yang disunat, dan siapa kita sekarang sebagai umat Allah karena Kristus. Maka janganlah kita membangun tembok pemisah dan perseteruan, tetapi mengupayakan kesatuan dan damai sejahtera. [EG]