Hidup Sebagai Anak-Anak Allah
Galatia 4:1-11
Ada seorang kaya yang meninggalkan sejumlah besar warisan untuk anaknya. Ia berpesan kepada orang kepercayaannya untuk mendidik anaknya dan menjaga warisan itu sampai anaknya dewasa. Artinya, sebelum anak itu dewasa, ia harus hidup sama seperti hamba yang lain. Waktu pun berlalu dan tibalah saatnya anak itu menerima warisan ayahnya. Tetapi, ternyata dia lebih suka hidup sebagai hamba! Sangat bodoh! Itulah ilustrasi yang dipakai rasul Paulus di sini untuk jemaat Galatia. Sejujurnya, ilustrasi ini tidak sempurna menjelaskan maksud sesungguhnya. Tetapi, sampai batas tertentu, ilustrasi ini cukup untuk membuat kita mengerti. Dulu orang Yahudi takluk kepada hukum Taurat dan orang Yunani takluk kepada ilah-ilah lain. Ketika waktunya sudah genap, Allah mengutus Kristus untuk menjadikan mereka sebagai anak. Sekarang, mereka sudah menjadi anak. Artinya, mereka sudah me-nerima warisan yang dijanjikan, yaitu hidup kekal. Bagaimana mungkin mereka lebih suka untuk hidup seperti saat belum mengenal Kristus?
Hukum Taurat diperlukan saat itu untuk menjaga mereka. Tetapi, ketika Kristus sudah menebus mereka, keinginan untuk kembali berada di bawah hukum Taurat merupakan sebuah kebodohan. Bagi rasul Paulus, berada di bawah hukum Taurat itu berarti berbalik dan memperhamba-kan diri kepada “roh-roh dunia yang lemah dan miskin” (4:9). Status kita sebagai anak dikonfirmasi oleh Bapa dengan mengutus Roh Kudus ke dalam hati kita. Roh itu yang meyakinkan kita untuk berseru: “ya Abba, ya Bapa!” - sebuah sebutan yang sangat intim dari seorang anak kepada ayahnya. Keyakinan ini bukan karena hasil studi atau keberhasilan moral kita, melainkan merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus.
“Bagaimana mungkin kamu mau diperhamba lagi?” - Rasul Paulus berseru kepada jemaat Galatia. Apakah kita sama berdukanya seperti Rasul Paulus ketika ada yang mengajarkan hidup Kristen sebagai ketaatan kepada “hukum”? Apakah kita terganggu ketika orang Kristen lebih menekankan menjaga tradisi tertentu daripada menjaga relasi dengan Bapa melalui Kristus dengan kuasa Roh Kudus? Apakah kita memperhatikan bagaimana kasih kita kepada Allah atau hanya sekadar memikirkan bagaimana kita hidup? Mungkin kita ingin memperbaiki kelakuan kita. Tetapi, yang perlu kita lakukan adalah mulai dengan mengasihi Allah. Hidup yang kudus dan taat kepada Kristus adalah hasil yang pasti dari hidup yang dekat dengan Allah. [Pdt. Jeffrey Siauw]