Merebut Hak
Markus 12:1-17
Gambaran simbolis dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur dalam bacaan Alkitab hari ini perlu kita pahami. Allah adalah Pembuka kebun anggur beserta semua fasilitas pendukung agar hasil kebun anggur maksimal. Kebun anggur menggambarkan bangsa Israel, yaitu bangsa yang Allah tumbuhkan untuk membawa keselamatan bagi dunia. Para penggarap kebun anggur menggambarkan para pemimpin agama Yahudi. Para hamba yang diutus menggambarkan para nabi yang setia kepada Allah, namun dianiaya dan dibunuh oleh para penggarap kebun anggur. Anak merujuk kepada Tuhan Yesus yang walaupun saat itu belum mereka bunuh, namun sudah dinubuatkan akan dibunuh oleh para penggarap kebun anggur. Normalnya, setiap pemilik kebun anggur—sejak awal membuka kebun anggur—pasti mengharapkan hasil. Jika kebun anggur itu disewakan kepada para penggarap kebun anggur, sudah pasti sang pemilik akan menuntut hasil yang menjadi bagian miliknya. Adalah lumrah bila pemilik menikmati hasil dari miliknya. Akan tetapi, para penggarap kebun anggur ini tidak tahu diri. Mereka lupa bahwa mereka hanyalah penggarap, bukan pemilik. Mereka bukan hanya berhasrat menikmati hasil kerja yang menjadi bagian mereka, tetapi mereka ingin merebut dan menguasai kebun anggur yang disewakan kepada mereka. Para pemimpin agama Yahudi memiliki nafsu besar untuk memiliki kekuasaan dan kemuliaan, sehingga mereka sampai-sampai menyangkali kebenaran yang (mungkin) ironisnya mereka ajarkan kepada bangsa Israel. Mereka sangat iri terhadap Yesus Kristus dan bersikap posesif (merasa menjadi pemilik) terhadap bangsa Israel yang seharusnya mereka bawa kepada Tuhan, Sang Empunya Israel. Saat dipercaya Tuhan untuk bekerja dan melayani Dia, pernahkah kita menepuk dada dan berpikir bahwa kerja keras kitalah yang membuat pekerjaan dan pelayanan kita berhasil dan sukses? Tanpa sadar, mungkin kita telah mencuri kemuliaan yang menjadi milik Allah. Kuasa yang mula-mula kita sadari sebagai sesuatu yang dipercayakan kepada kita menjadi sesuatu yang kita pertahankan mati-matian. Orang-orang yang seharusnya diarahkan untuk mengidolakan Tuhan, kita bawa untuk mengidolakan diri kita. Hak Tuhan kita rebut, sehingga tidak mengherankan bila Tuhan berhenti memakai kita. Kalau sudah begini, tidak heran segala cara dipakai untuk merebut hak orang lain juga! [GI Mario Novanno]