GKY Sydney Transformational Church - Transforming People To Transform World

View Original

Hati yang (Tetap) Degil

Markus 8:1-26

Perkataan “Lebih sulit bagi Tuhan untuk mengubah hati manusia dibandingkan menciptakan dunia ini” telah menyentak pikiran saya. Saya langsung memikirkan pemahaman teologis yang ada di balik perkataan tersebut. Beberapa waktu selanjutnya, secara otomatis saya menyetujui perkataan tersebut. Benar bahwa sangat sulit untuk mengubah hati manusia. Saya menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak saya mengulang berbagai kesalahan dengan sengaja. Bahkan, dengan jujur dan sedih saya harus mengakui bahwa saya juga sering mengulang kesalahan yang sama terhadap Bapa Sorgawi.
Berulang kali, Yesus Kristus memperlihatkan kuasa-Nya yang besar melalui mujizat dan tanda-tanda lainnya. Akan tetapi, berulang kali pula para murid gagal paham. Berselang belum terlalu lama, Tuhan Yesus melakukan mujizat dengan memberi makan 4.000 orang. Akan tetapi, karena para murid Tuhan Yesus hanya membawa sepotong roti, mereka menghubungkan pengajaran untuk berhati-hati dengan ‘ragi’ orang Farisi dan ’ragi’ Herodes dengan kekurangan makanan. Tuhan Yesus menegur mereka, “Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar?” (8:17b-18a). KBBI online mengartikan kata “degil” sebagai: (1) tidak mau menuruti nasihat orang; (2) keras kepala; (3) kepala batu. Kata “degil” ini sama artinya dengan kata “tegar tengkuk” (susah diajar, auban) yang berulang kali dipakai di dalam Perjanjian Lama untuk dikenakan pada bangsa Israel. Lebih mudah mengajar orang bodoh daripada mengajar orang degil
Tuhan itu panjang sabar. Dia tidak pernah memaksakan kehendak-Nya untuk mengubah kita, meskipun Dia mampu melakukan hal itu. Dia tidak mau menjadikan kita seperti robot. Dia tidak mau memprogram kita menjadi AI (Artificial intelligence). Robot dan AI punya pilihan yang terkalkulasi dengan baik. Tuhan tidak mau meneror kita dengan ancaman agar kita mau memahami dan melakukan kehendak-Nya. Dia menghendaki agar kita belajar mengasihi-Nya dengan kerelaan dan ketulushatian. Untuk menyingkirkan hati yang degil dan menjadi teachable (mau diajar), kita harus rendah hati serta mengakui dan membiarkan Tuhan menjadi Penguasa dalam hidup kita, agar kita dapat melihat dan memahami maksud Tuhan dengan (lumayan) jelas. [GI Mario Novanno]