GKY Sydney Transformational Church - Transforming People To Transform World

View Original

Iman yang Seutuhnya

Ayub 1:1-5; 3:1; 13:15; 42:5-6

Mengikut Tuhan itu menuntut kesediaan untuk berubah. Bahkan, iman pun seharusnya berkembang. Perubahan iman Ayub adalah contoh yang baik. Mula-mula, iman Ayub hanya sebatas believe (percaya dengan otak). Iman jenis ini menekankan ibadah ritual dan gaya hidup agamawi serta meyakini bahwa “kalau aku tekun beribadah dan berperi-laku baik, hidupku akan aman dan diberkati Tuhan.” Iman jenis ini ber-pandangan bahwa Allah selalu mengawasi dan siap menghukum bila kita berbuat dosa. Oleh karena itu, Ayub yang saleh itu kuatir bahwa anak-anaknya berbuat dosa saat berpesta, sehingga ia selalu membuat ritual korban bakaran kepada Allah agar hidupnya tidak bermasalah (1:1-5). Akan tetapi, Iblis mengetahui kelemahan iman jenis ini. Itulah sebabnya, ia meminta izin Allah untuk merenggut semua milik Ayub karena ia yakin bahwa iman Ayub akan goyah dalam penderitaan. Ternyata, iman Ayub tetap kuat. Ia tidak mengutuki Allah. Akan tetapi, Ayub mengutuki hari kelahirannya (3:1), suatu tanda bahwa ia mulai tidak nyaman dengan believe-nya. Untungnya, Ayub terus mencari Allah dalam doa-doa ratapannya, sehingga imannya semakin kuat. Bahkan, ia siap mati jika Allah menghendakinya, “Jika Allah hendak membunuhku, aku berserah saja” (13:15a, versi BIS). Di sini, Ayub memilih kata trust—artinya berserah, tanda bahwa iman Ayub bertumbuh dari believe—artinya percaya dengan otak—menjadi trust—artinya berserah, mem-percayakan diri sepenuh hati. Allah meneguhkan iman Ayub yang baru melalui percakapan (pasal 38-39) yang membuat visi Ayub tentang Allah menjadi begitu besar, sampai-sampai semua penderitaannya terasa kecil dan ia menyesali semua protesnya kepada Allah (42:5-6). Imannya (trust) kini bisa meyakini bahwa meskipun segalanya hilang, hidupnya akan baik-baik saja selama bersama Allah. Ia sadar bahwa Allah yang besar adalah Allah yang mengasihi dia. Baik hidup menderita atau tidak, iman para murid Kristus seharus-nya bertumbuh seiring dengan pertumbuhan pengenalan kita akan Allah, Sang Firman yang menciptakan alam semesta (Kejadian 1:3) dan yang te-lah menjadi manusia dan mati bagi keselamatan kita. Seperti Ayub, mari kita lakukan bagian kita, yaitu bertekun dalam waktu pribadi bersama dengan Allah sampai Ia mengutuhkan iman kita. Iman believe juga pen-ting—karena iman berawal dari situ—tetapi tidak boleh berhenti di situ, melainkan harus makin utuh, menjadi iman trust! [ICW]