Jabatan Rohani
Ulangan 23
Benarkah seorang laki-laki yang cacat organ vitalnya tidak boleh masuk menjadi anggota jemaah Allah (23:1)? Benarkah anak haram juga tidak boleh masuk menjadi anggota jemaah Allah (23:2)? Beberapa penafsir Alkitab mengatakan bahwa kemungkinan besar, orang-orang yang mengalami cacat di organ vital dan anak yang haram tidak boleh menduduki jabatan rohani maupun politik, bukan tidak boleh menjadi anggota umat Allah. Kata jemaah atau congregation dapat berarti kumpulan anggota jemaah atau umat (misalnya dalam 31:30), namun dapat juga berarti kumpulan para pemimpin (misalnya dalam 31:28). Pandangan ini lebih konsisten dengan tema-tema atau prinsip-prinsip lain dalam Alkitab.
Jika Allah tidak dapat menerima seorang yang cacat organ vitalnya, misalnya cacat yang dialami karena kecelakaan, maka ketentuan ini tidak konsisten dengan sifat Allah yang Maha Pengasih. Karena kecelakaan yang menimpa, ia tidak boleh menjadi umat Allah meskipun ia sungguh-sungguh percaya. Ini jelas tidak sesuai dengan kepribadian Allah. Jika Allah tidak menerima seorang anak haram, ini ju-ga tidak sesuai dengan firman bahwa seorang anak tidak boleh dihukum karena dosa orang tuanya. Setiap orang harus dihukum menurut dosa-nya sendiri (Ulangan 24:16). Anak haram yang dimaksud di sini—menu-rut beberapa penafsir—kemungkinan adalah anak hasil perkawinan orang Israel dengan bangsa lain yang tidak mengenal Allah. Anak seperti ini lahir ke dunia bukan karena niatnya sendiri, melainkan karena Allah mengizinkan ia hidup. Bagaimana mungkin Allah tidak menerimanya ketika ia sungguh-sungguh mau taat dan percaya kepada Allah?
Tetapi jika orang-orang demikian tidak boleh menduduki jabatan rohani atau politik tertentu, ini adalah hal yang dapat diterima. Pemimpin-pemimpin sepatutnya merupakan orang-orang terpilih dan orang-orang terbaik. Secara kerohanian dan fisik, mereka harus yang terbaik, sehingga mereka dapat melakukan tugas pelayanan mereka dengan baik tanpa keberatan-keberatan tertentu. Sepatutnya kita sangat ber-syukur kalau Tuhan memanggil kita menjadi pemimpin yang melayani tanpa melihat kondisi fisik kita, bahkan Ia berkenan memakai kita yang penuh dengan kelemahan dan dosa. Mari, layanilah Dia dengan sungguh-sungguh! [GI Wirawaty Yaputri]
34