Kearifan Allah
Imamat 25:1-28
Aturan Tahun Sabat (setiap tahun ketujuh, tanah tidak boleh ditanami, 25:3-4) dan Tahun Yobel (setiap tahun kelima puluh, tanah yang dibeli harus dikembalikan kepada pemilik semula, 25:28) adalah aturan yang menunjukkan adanya kearifan (kebijaksanaan) yang luar biasa. Aturan Tahun Sabat menjaga kesuburan tanah, sedangkan aturan Ta-hun Yobel membuat bangsa Israel memiliki pengharapan untuk terbebas dari kemiskinan tanpa batas. Eksploitasi (pemanfaatan) tanah yang tan-pa batas membuat banyak tanah di daerah yang semula subur menjadi tandus atau setidaknya berkurang kesuburannya. Hal ini terlihat jelas bila (misalnya) kita membandingkan kesuburan tanah di Pulau Jawa yang tanahnya dieksploitasi (dimanfaatkan) habis-habisan dengan kesuburan tanah di Pulau Papua yang tanahnya belum dimanfaatkan. Bila aturan Tahun Yobel diterapkan secara ketat, orang miskin (yang sudah menjual tanahnya) memiliki pengharapan untuk kembali memiliki tanah, dan hal itu berarti juga memiliki pengharapan untuk tidak terus miskin. Banding-kanlah kondisi ini dengan kondisi rakyat di banyak daerah di Indonesia yang sebagian besar tidak memiliki tanah, tetapi ada sebagian kecil tuan tanah yang memiliki tanah ratusan—bahkan ribuan—hektar. Bila umat Tuhan menaati aturan Tahun Yobel, keadilan sosial bukan lagi sekadar slogan, melainkan pasti akan terwujud.
Aturan Tahun Sabat mengingatkan umat Allah untuk memperhati-kan kondisi lingkungan hidup. Kita bekerja bukan hanya sekadar mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya, melainkan kita harus tetap memperhatikan kepentingan lingkungan hidup kita. Anak-anak Allah yang taat bukan hanya memikirkan pembangunan pabrik yang akan mendatangkan kekayaan besar, melainkan juga memikirkan peng-olahan limbah, sehingga keuntungan yang diperoleh tidak merugikan masyarakat. Aturan Tahun Yobel mengingatkan umat Allah untuk meng-hargai kemanusiaan. Kita tidak boleh mengeksploitasi (memanfaatkan) tenaga orang lain tanpa memikirkan masa depan mereka yang bekerja untuk kita. Seharusnya kita merasa bahagia bila orang-orang yang telah bekerja untuk kepentingan kita bisa memiliki kehidupan yang lebih baik. Para majikan seharusnya ikut memikirkan masa depan dari para karyawannya, bukan hanya memikirkan keuntungan bagi dirinya sendiri saja. [GI Purnama]