Kalau Engkau Mau
Imamat 13
Bacaan hari ini menghubungkan penyakit kulit dengan kenajisan. Judul perikop ini dalam Alkitab kita adalah “penyakit kusta”. Jika gejala penyakit-penyakit kulit ini diamati lebih lanjut berdasarkan perkembang-an ilmu kedokteran modern saat ini, mungkin ada berbagai penyakit kulit yang sebenarnya bukan penyakit kusta. Kata “kusta”, berdasarkan istilah kedokteran modern, sebenarnya juga tidak tepat digunakan untuk “pakaian” dan “barang-barang” (13:47 dan seterusnya). Apa pun jenis penyakit kulit yang terjadi atas diri umat, jika disebut “najis”, berarti bahwa penyakit kulit ini telah menyebabkan kulit tersebut tidak “normal” lagi, yaitu menyebabkan perubahan warna kulit, “lebih dalam” dari kulit, “meluas”, atau “tumbuh daging liar”. Yang dapat memeriksa keadaan kulit tersebut hanyalah para imam. Imam perlu memastikan apakah penyakit kulit ini “najis” atau tidak berdasarkan kategori-kategori di atas tadi. Jika belum dapat memastikan, imam perlu melakukan pemeriksaan lanjutan dengan cara mengisolasi pasien tersebut selama tujuh hari, dan dapat diperpanjang tujuh hari lagi.
Seorang penderita penyakit kulit yang telah diperiksa dan divonis sebagai “najis” harus menjalani hidup terasing, tinggal di luar perkemahan, berpakaian cabik-cabik, rambutnya terurai, dan bila berjalan harus berseru bahwa dia najis. Tujuannya adalah untuk mencegah kemungkinan “yang najis” (yang tidak normal) berhubungan dengan “yang kudus” (yang normal dan sempurna). Orang-orang dengan penyakit kulit demikian akan terisolasi dan menjadi depresi. Jika sumber penyakit ini (“tanda kusta”)—mungkin berupa kuman atau mikroba—melekat pada pakaian atau barang-barang, maka barang-barang itu harus dicuci, dimusnahkan, atau dibakar setelah imam memeriksanya dengan teliti. Semua tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang sehat sempurna (“tahir”) tidak tercemar dan dapat beribadah kepada Allah.
Betapa sedihnya jika seseorang divonis “sakit kusta”. Syukurlah bahwa Tuhan Allah memedulikan mereka. Saat seorang yang sakit kusta datang memohon kepada Tuhan Yesus, “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”, tergeraklah hati-Nya. Dia menjamah dan me-nyembuhkan orang itu (Markus 1:40-45). Tuhan Yesus berkuasa untuk mentahirkan yang najis (yang “abnormal”). Apakah ada sesuatu yang “abnormal” dalam hidup Anda yang perlu Tuhan tahirkan? [GI Abadi]