Dua Jalan Kehidupan
Mazmur 1
Dalam percakapan sehari-hari, mungkin kita sering mendengar kehidupan digambarkan dengan berbagai macam ungkapan. Ada yang menggambarkan hidup seperti roda yang selalu berputar, kadang kala di atas, kadang kala di bawah. Ada pula yang menggambarkan hidup seperti tumbuhan, mulai dengan benih yang bertunas, tumbuh, berbuah, lalu mati. Ada banyak lagi ungkapan lain yang dipakai untuk menggambarkan kehidupan. Setiap gambaran yang ada mengajarkan suatu pelajaran penting mengenai kehidupan.
Di permulaan kitab Mazmur, hidup manusia digambarkan seperti “jalan.” Di sini dikontraskan antara dua jenis jalan hidup. Jalan hidup yang pertama adalah kehidupan yang dijalani berdasarkan masukan dari orang-orang fasik (1:1). Orang fasik, orang berdosa dan pencemooh adalah gambaran pribadi-pribadi yang menjalani hidup tanpa takut akan Allah. Mereka berusaha mengajak orang lain untuk “berjalan,” “berdiri”, dan “duduk” bersama mereka, yaitu mengikuti pola pikir, cara hidup, serta nilai-nilai mereka yang tidak saleh. Dalam penilaian pemazmur, jalan hidup orang fasik ini seumpama sekam (1:4). Sekam adalah kulit yang menutupi biji-bijian gandum atau padi. Berbeda dengan gandum dan padi yang dikumpulkan untuk dimakan, sekam biasanya hanya dipakai sebagai bahan bakar. Kehidupan yang dijalani dengan nilai-nilai kefasikan ibarat sekam yang tidak menghasilkan buah. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak orang ateis—orang yang menolak dan melawan Allah—yang bisa memberi dampak terhadap lingkungan dan masyarakat. Namun, berguna atau tidaknya kehidupan seseorang harus dilihat dari akhir jalan hidupnya di hadapan Allah (1:5-6). Yang paling penting, hidup harus dijalani secara bertanggung jawab, pertama-tama dan terutama kepada Allah. Tanpa ketaatan kepada Allah, segala pencapaian macam apa pun tidak berguna di mata Allah.
Jalan hidup yang kedua—yang berkebalikan dengan jalan hidup berdasarkan masukan orang fasik—adalah jalan hidup yang berdasarkan firman Allah (1:2). Jika jalan hidup yang pertama dicirikan dengan kemandulan dan ketidakbergunaan, maka jalan hidup yang kedua seumpama pohon yang berbuah banyak (1:3). Hidup yang dijalani berdasarkan nasihat firman Allah adalah hidup yang berbahagia, berbuah, dan berkenan kepada Allah. [GI Williem Ferdinandus]