GKY Sydney Transformational Church - Transforming People To Transform World

View Original

Teguran Sebagai Ungkapan Kasih

2 Korintus 7:2-16

Ungkapan kasih sangat diperlukan dalam setiap hubungan, bukan hanya dalam sebuah keluarga, tetapi juga dalam sebuah gereja (jemaat). Akan tetapi, perlu diingat bahwa ungkapan kasih itu bukan hanya sekadar berupa ucapan yang menyenangkan, tetapi juga bisa berwujud teguran yang menyakitkan hati. Bahkan, bisa dikatakan bahwa teguran yang keras menandai kedekatan suatu hubungan. Teguran yang dilandasi oleh kasih bisa sangat menyakitkan, tetapi teguran semacam itu tidak akan membangkitkan kebencian. Seorang yang telah dewasa secara emosional dan secara rohani akan bisa mengatakan, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi.” (Amsal 27:5). Inilah yang terjadi dalam hubungan antara Rasul Paulus dengan jemaat Korintus. Dalam 1 Korintus 5, Rasul Paulus menegur keras jemaat Korintus yang membiarkan saja terjadinya kasus asusila yang sangat memalukan, yaitu adanya orang yang hidup (dalam relasi seksual) dengan istri ayahnya. Teguran keras itu membuat hati jemaat Korintus menjadi sedih. Akan tetapi kesedihan itu menghasilkan pertobatan, dan kesedihan yang menghasilkan pertobatan itu disebut oleh Rasul Paulus sebagai “dukacita menurut kehendak Allah” (2 Korintus 7:8-11). Bisa dipastikan bahwa teguran Rasul Paulus yang amat keras itu membuat jemaat Korintus akhirnya menjatuhkan “sanksi gerejawi” terhadap anggota gereja yang telah melakukan perbuatan asusila di atas.

Perlu disadari bahwa teguran keras terhadap orang yang kita kasihi itu bukan hanya bisa menyakiti hati orang yang kita tegur, tetapi juga menyakiti hati kita yang menegur. Oleh karena itu, banyak orang memilih untuk menutup mata dan menghindar dari kewajiban menegur orang yang bersalah. Di gereja pun, sanksi gerejawi tidak populer. Da-lam banyak rumah tangga, sering terjadi bahwa orang tua menghindari kewajiban mendisiplin (menghukum) anak yang bersalah. Sikap buruk anak yang dibiarkan oleh orang tua melahirkan kebiasaan buruk dan akhirnya memunculkan terjadinya tawuran pelajar, kenakalan remaja, serta akhirnya berbuah dalam wujud berbagai kejahatan yang bisa kita baca setiap hari di media massa. Marilah kita memeriksa diri kita masing-masing: Apakah Anda memiliki kasih yang cukup besar sehingga Anda berani menegur berlangsungnya dosa dalam rumah Anda dan juga da-lam gereja Anda? [GI Purnama]