Konflik Iman vs Kenyataan
Bacaan Alkitab hari ini:
Ayub 3
Iman Ayub membuat dia sanggup bertahan saat menghadapi kenyataan pahit berupa penderitaan yang amat dahsyat. Akan tetapi, kenyataan yang dihadapi Ayub terlalu pahit dan dia tidak mengerti mengapa penderitaan semacam itu harus menimpa dirinya. Walaupun iman Ayub tidak tergoyahkan saat berbagai malapetaka mulai menimpa dirinya, hal itu tidak berarti bahwa Ayub tidak mengalami pergumulan. Dia justru harus bergumul keras untuk menerima kenyataan bahwa berbagai malapetaka telah menimpa dirinya. Terlalu sulit bagi Ayub untuk memahami bagaimana Allah yang dikenalnya sebagai Allah yang baik ternyata membiarkan dirinya mengalami berbagai penderitaan yang hebat. Setelah berdiam diri selama tujuh hari tujuh malam (2:3), Ayub menjadi frustrasi (kecewa dan putus asa), sehingga dia mulai mengutuki hari kelahirannya (3:1). Dia menyesal mengapa dia dilahirkan dengan selamat. Dia beranggapan bahwa lebih baik bagi dirinya jika ia tidak dilahirkan di dunia ini atau dia langsung mati saat dilahirkan (3:6-16).
Kisah Ayub ini mengingatkan kita bahwa penderitaan sering kali merupakan kenyataan yang harus kita hadapi. Jangan meremehkan orang yang sedang mengalami penderitaan! Jangan memandang rendah orang yang sedang mengeluh saat menghadapi penderitaan yang berat. Ingatlah bahwa bila kita berada dalam kondisi yang sama—yaitu mengalami berbagai malapetaka seperti yang dialami Ayub—belum tentu kita bisa tetap tegar dan belum tentu iman kita tidak tergoyahkan. Hanya ada satu jalan keluar yang bisa menolong kita dalam menghadapi penderitaan yang amat berat seperti yang dihadapi oleh Ayub, yaitu mengingat bahwa Tuhan Yesus—Sang Mesias yang tidak berdosa itu—telah lebih dulu mengalami penderitaan yang jauh lebih hebat daripada penderitaan yang kita alami, bukan karena Dia bersalah atau berdosa, tetapi karena kita yang berdosa dan Dia hendak menyelamatkan kita dari hukuman Allah (Ibrani 12:3-4; 1 Petrus 2:19-24; 3:18).
Saat Anda melihat sahabat Anda menderita, apakah Anda telah membiasakan diri untuk bersikap empati (ikut merasakan penderitaan orang lain)? Saat Anda sendiri mengalami penderitaan, apakah Anda telah membiasakan diri untuk memandang kepada Yesus Kristus, guna mengingat kembali bahwa Tuhan Yesus telah lebih dulu menderita untuk menanggung dosa Anda dan saya? [P]